Thursday, 29 March 2012

FILOSOFI BAMBU





Pembaca,
  Berguru tidaklah hanya pada dosen di ruang kuliah. Tapi, juga pada alam. Alam yang menjadi ruang seluruh denyut kehidupan ini bisa menjadi mahaguru yang baik.
  Banyak hal yang bisa kita pelajari dari alam. Kita bisa belajar banyak tentang filosofi hidup. Bahkan, apa yang tidak ada dalam buku dan diktat pelajaran, bisa kita dapatkan dalam buku raksaksa bernama alam. Nah, kali ini, saya ingin mengajak pembaca untuk belajar dari pohon bambu.
 Alkisah, ada seorang pemuda yang bertekad menjadi seorang pendekar sakti. Dia mengembara untuk mencari seorang guru terbaik yang bisa mengajarinya ilmu bela diri. Setelah ketemu, dia berusaha keras agar guru sakti itu mau menerimanya menjadi muridnya. Namun, ada satu syarat yang diminta guru itu, yakni si murid harus mengikuti pelajaran apa pun yang diberikan. Pemuda itu menyanggupi.
  Guru itu menyuruh si pemuda untuk menimba air, mencuci baju, dan memanjat pohon untuk mencari sarang burung dan telurnya. Itu harus dilakukan setiap hari tanpa absen satu kali pun. Lama kelamaan, selama dua tahun, pemuda itu mulai gelisah. Kebosanan mulai merayap di hatinya.
 Dia merasa dikerjain oleh gurunya. Pada tahun ketiga, kebosanan seakan memuncak dan membuatnya berani mengungkapkan protes pada gurunya. Dia siap mengundurkan diri dari padepokan. Sang guru tahu benar isi hati pemuda itu.
 Diajaklah pemuda itu ke sebuah taman penuh dengan tanaman bambu. Sang guru menyuruh pemuda itu mencabut satu pohon bambu saja. Pemuda itu mencoba dan tidak berhasil. Ia mencobanya berkali-kali dan kegagalan yang sama terulang terus.
 Guru itu mulai bercerita soal pohon bambu. Bambu, katanya, adalah tanaman yang unik. Waktu ditanam, kurang lebih empat tahun pertama, bambu belum menampakkan pertumbuhannya yang penting. Tapi, pada saat itulah, akar-akar bambu tumbuh subur.
 Pada tahun kelima, setelah pertumbuhan akarnya selesai, barulah batang bambu akan muncul. Tumbuh, menjulang ke atas langit. "Itulah yang sedang kamu pelajari. Belajarlah dari pohon bambu ini. Kalau kamu mau menjadi orang hebat dan besar, kamu harus membangun pondasinya lebih dulu. Itulah yang sedang saya latihkan padamu selama tiga tahun ini," kata guru itu.Tekun dan gigih
 Pemuda itu mulai menyadari maksud gurunya. Dia malu dan melanjutkan pelajaran beladirinya. Kita perlu belajar seperti pemuda itu. Untuk menjadi baik dan memperoleh kesuksesan, tidak ada jalan lain selain ketekunan dan kegigihan dalam berusaha.
 Namun, orang cenderung malas berproses, apalagi kalau proses itu sarat dengan kerja keras, keringat, dan penderitaan. Filosofi bambu ini mengajarkan kita untuk setia menanam dan merawat.
 Memang hasilnya tidak akan langsung kelihatan. Tetapi, selama kita terus maju dengan gigih dan berusaha, pada saatnya kita akan memetik hasilnya. Persis seperti suatu kata bijak, orang yang pergi ke ladang dengan cucuran air mata akan pulang bersama berkas panennya dengan sorak-sorai. Intinya, tidak ada kesuksesan sejati yang gratis. 
  Pelajaran kedua dari bambu adalah soal karakter dan cara hidupnya. Bambu adalah satu-satunya tanaman di Asia Pasifik yang fungsinya sangat banyak. Ia pun bisa hidup di alam dengan ragam cuaca, dari tropis ke subtropis. Dari klasifikasinya, bambu tergolong dalam tanaman rumput. Tapi, bambu adalah rumput spektakuler.
  Tingginya terentang dari 30 cm sampai 30 meter. Ia sebuah tanaman rumput yang unik. Nah, inilah pelajarannya. Meskipun berlatar tanaman rumput, bambu menjadi beda lantaran karakternya. Kegunaan dan caranya bambu mengekspresikan dirinya menjadikan bambu sebagai rumput yang berbeda.
   Dalam kehidupan pun, latar belakang kita sebenarnya bukanlah penentu. Tetapi, bagaimana kita berupaya mengekspresikan potensi diri, tidak peduli latar belakang yang ada. Itulah yang akhirnya membuat kita menjadi pribadi yang luar biasa.
  Filosofi bambu lainnya adalah soal kegigihan dan keinginan untuk hidup dalam situasi sulit sekalipun. Saat Hiroshima dan Nagasaki dihujani bom atom, hampir seluruh kehidupan di wilayah itu hancur, semua bangunan rata dengan tanah. Tapi, tidak lama, ada jenis makhluk yang kembali menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Tak lain adalah bambu. 
Bangkit dan maju
  Hal ini mengajari kita untuk tidak terkungkung oleh masa lalu, kegagalan, tetapi segera bangkit berusaha untuk maju. Tidak berlama-lama mengutuki kegelapan, tetapi segera bangkit untuk menyalakan pelita. 
Soal ini, bisa belajar dari petinju legendaris George Foreman. Foreman kalah telak oleh Muhammad Ali pada 1974 di Kinshasa, Zaire. Ini adalah peristiwa mengejutkan sekaligus memalukan. Foreman yang sebelumnya dielu-elukan bakal di atas angin, justru kalah.
  Banyak orang termasuk pendukungnya ikut mencaci makinya. Dunia pun segera melupakannya. Tapi, Foreman tidak mau dibekap oleh kegagalan itu. Dia mau menunjukkan sebagai pemenang sejati. Dia banting stir menjadi wirausahawan.
  Bahkan pada 1994 dia kembali naik ring dan mengalahkan Michael Moorer. Kemenangan ini menjadikan Foreman sebagai petinju tertua yang memenangkan sabuk tinju kelas berat. Itulah 'karakter bambu' pada diri Foreman.
  Terakhir, bambu juga mengajari kita soal fleksibilitas. Jarang kita menyaksikan bambu roboh. Di tengah tumbangnya pohon-pohon lain akibat serangan angin puting beliung, bambu tetap kokoh bergeming. Selain karena akarnya yang kuat, juga batangnya yang bergoyang bersama angin.
  Akibatnya, dalam cuaca dan angin kencang, pohon bambu bergoyang dan mengeluarkan desis suara, mengikuti irama angin. Tapi, tidak pernah tumbang. Padahal pohon lain dengan batang lebih besar justru tidak kuat menghadapi ganasnya angin.
Inilah yang saya sebut fleksibilitas. Pelajarannya? Kita perlu fleksibel dalam menghadapi tantangan dan kesulitan. Dengan begitu, kita tetap akan hidup dan berjaya. Saatnya belajar dari pohon bambu.

Dari berbagai sumber

No comments: