Tuesday 2 October 2012

Hidup di Negeri Orang



Saya rasa saya adalah satu dari sekian orang Indonesia yang beruntung. Saya yang aslinya mudah pesimis, beruntung mempunyai keluarga yang penuh mimpi. Saya ingat, sewaktu SD saya banyak sekali melahap banyak buku. Kalau buku di perpustakaan sekolah kurang menarik, saya akan pergi mencari dan menyewa dari perpustakaan pribadi. Seri Lima Sekawan (waktu itu) habis sewaktu saya duduk di kelas 4. Parahnya, impian saya akan terus bergulir tentang kehidupan di negara maju lewat film-film dan dokumentary yang ditayangkan televisi. 
Memasuki bangku SMA, kesempatan untuk meraih beasiswa sebenarnya sudah terbentang, hanya saja saya tidak begitu yakin apakah yayasan ini ada atau fiktif. Tidak ada internet saat itu. Pudar sudah impian saya untuk bisa menapakkan kaki dan mengecap hidup di salah satu negara maju di dunia.
Setelah memasuki bangku kuliah, impian itupun masih bermain di seputar otak. saya hanya berusaha untuk bisa menjadi yang terbaik. Tahun 1997, kesempatan datang. Saya berkesempatan merasakan titel "mahasiswa teladan" dan menikmati banyak fasilitas yang disediakan oleh negara era Presiden Soeharto secara gratis. Sebagai anak dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, tentunya kesempatan ini adalah kesempatan emas. Saya berpikir bahwa ini mungkin kuasa Allah SWT dan salah satu tiket untuk meraih mimpi-mimpi saya yang lain satu per satu. Satu keyakinan saya, bahwa sekali saya merasa bahwa saya hanya manusia biasa, selamanya saya hanya akan menjadi seorang yang biasa. menjalani hidup sehari-hari sekedarnya. Dan sayangnya, separuh hati saya mengatakan dengan jelas bahwa hidup ini terlalu luar biasa jika dilewati dengan cara yang biasa.
Maka setiap hari saya berusaha untuk meng-upgrade diri, sambil menjalani hidup secara "biasa". Hanya saja, otak dan batin saya selalu bertentangan. Jika otak saya lebih berpikir secara realitas, batin saya tidak. "Bermimpilah terus dan mimpi itu suatu saat akan terwujud dengan mudahnya," bujuk batin saya selalu.
Suatu hari, Titi Kamal, artis Indonesia pernah berkata lewat wawancara di sebuah infotainment. Sejak kecil dia terbiasa menulis mimpi-mimpinya di diary, hingga akhirnya deretan mimpi seorang Titi Kamal tercoret satu per satu. Seketika itu juga saya ingat, bahwa deretan mimpi-mimpi yang pernah saya torehkan, satu per satu sudah tercoret. Artinya, dari tahun ke tahun mimpi itu mulai tercapai.
Mulailah saya menulis kembali impian-impian yang ingin saya raih. Jika pikiran dan raga ini lelah, maka saya akan mulai membuka catatan, hingga saya malu jika catatan itu hanya menjadi sebuah wacana. Malu pada diri saya sendiri. Hingga bangkit kembali semangat untuk meraih mimpi dan fokus kembali pada target yang hendak saya selesaikan.
Sampai akhirnya, kaki saya sampai juga menginjak bumi Eropa. Tapi bukan kemudahan seperti membalik sebuah telapak tangan. Hidup di negara orang lain ternyata tidaklah mudah. perjuangannya berkali-kali lipat. Tetapi dari sini saya belajar menghargai banyak hal dalam hidup.
Kehidupan saya tidak semulus seperti apa yang saya impikan. Skenario di lapangan sangat berbeda dengan skenario di impian saya. Termasuk kurs rupiah yang kalah dengan krone, membuat harga barang-barang dan makanan jauh melambung. Sangat kacau. Belum lagi masalah makanan yang bercampur dengan makanan yang tidak halal, sehingga mengharuskan untuk memasak makanan sendiri. Dan amboi, jika menginginkan makanan Asia, otomatis harganya pun melambung pula. Tetapi apapun kesulitan yang saya ambil, semua pasti ada hikmah yang terkandung. Maka, nikmat Allah SWT yang mana yang akan kau dustakan? 
Saya juga berkesempatan bertemu orang-orang hebat dari indonesia yang bermukim di Eropa, dari segala kalangan. Dan saya pun berkesempatan bertemu orang-orang hebat dari berbegai negara dan kalangan. Belajar di luar negeri, sejujurnya buka soal gengsi, melainkan lebih kepada belajar mencari hikmah yang berserakan di bumi.
" ... bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al- Jumuah : 10).
Dan dari jutaan nikmat yang saya dapatkan di luar negeri, saya belajar satu hal lagi, Indonesia terlihat JAUH LEBIH INDAH, ketika kita berada di negeri orang. Maka kita akan dengan bangga berkata, saya orang INDONESIA.

“Maka berjuang lah sebanyak-banyaknya, tak peduli biar dibilang bodoh atau keras kepala. Lakukan banyak langkah biar pun itu gagal. Karena dari sana kita akan banyak belajar dan belajar, menjadi sosok yang lebih baik dan bermanfaat bagi sekitar. Selamat berjuang dan selamat bertebaran di muka bumi.”