Wednesday 27 June 2012

KUE KARAMEL


  Hhmm ada satu lagi kue mudah warisan ibu. Mudah dan rasanya .... bikin puas seisi rumah. Kemaren dapat order buat pestanya teman yang tamunya rata-rata bule (Denmark, Polandia, Jerman dan Finlandia). Hasilnya, sukses luar biasa. Mereka cuman pada heran kok bisa buat kue dengan tekstur kayak sarang semut begitu :D Pakai cetakan apa, dan butuh waktu berapa lama membentuk sarang semutnya. Aku hanya tertawa mendengar pujian dan keheranan mereka.
  Rahasianya mudah kok. Nih, aku sharing buat teman-teman semua. Selamat mencoba.



Bahan karamel :
250 gr gula pasir
250 ml air panas

Bahan :
4 butir telur
1/4 sendok teh garam
100 gr tepung terigu
50 gr maizena
1/2 sendok teh soda kue
1/2 sendok teh baking powder
65 gr margarin leleh
100 gr susu kental manis putih


Cara :

  1. Karamel : gosongkan gula pasir. Setelah leleh, masukan air panas dan 5 lembar daun jeruk purut. Aduk sampai larut. Dinginkan. Ambil 300 ml.
  2. Kocok telur sampai kental. Tambahkan tepung trigu, maizena, sodandan baking sambil dikocok
  3. Masukan margarin leleh, karamel dan susu kental manis. Aduk rata. Tuang dalam loyang yang telah disemir margarin dan ditabur terigu tipis.
  4. Oven 60 menit dengan suhu 150 derajat Celcius.


Wednesday 20 June 2012

ISLAM ADALAH AGAMA YANG MUDAH


Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama yang tidak sulit. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka. Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai rahmat.


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ


“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa’: 107]


Allah menurunkan Al-Qur-an untuk membimbing manusia kepada kemudahan, keselamatan, kebahagiaan dan tidak membuat manusia celaka, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :


مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ إِلَّا تَذْكِرَةً لِّمَن يَخْشَىٰ تَنزِيلًا مِّمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى 


“Kami tidak menurunkan Al-Qur-an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” [Thaahaa: 2-4]


Sebagai contoh tentang kemudahan Islam :

  1. Menuntut ilmu syar’i, belajar Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf adalah mudah. Kita dapat belajar setiap hari atau sepekan dua kali, di sela-sela waktu kita yang sangat luang.
  2. Mentauhidkan Allah dan beribadah hanya kepada-Nya adalah mudah.
  3. Melaksanakan Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah mudah, seperti memanjangkan jenggot, memakai pakaian di atas mata kaki, dan lainnya. 
  4. Shalat hanya diwajibkan 5 waktu dalam 24 jam. Orang yang khusyu’ dalam shalat, paling lama 10 menit, dalam hitungan hari ia melaksanakan shalatnya dalam sehari hanya 50 menit dalam waktu 24 x 60 menit.
  5. Orang sakit wajib shalat, boleh sambil duduk atau berbaring jika tidak mampu berdiri.
  6. Jika tidak ada air (untuk bersuci), maka dibolehkan tayammum.
  7.  Jika terkena najis, hanya dicuci bagian yang terkena najis, (agama lain harus menggunting pakaian tersebut dan dibuang).
  8. Musafir disunnahkan mengqashar (meringkas) shalat dan boleh menjama’ (menggabung) dua shalat apabila dibutuhkan, seperti shalat Zhuhur dengan ‘Ashar, dan Maghrib dengan ‘Isya'.
  9. Seluruh permukaan bumi ini dijadikan untuk tempat shalat dan boleh dipakai untuk bersuci (tayammum).
  10. Puasa hanya wajib selama satu bulan, yaitu pada bulan Ramadlan setahun sekali. 
  11. Orang sakit dan musafir boleh tidak berpuasa asal ia mengganti puasa pada hari yang lain, demikian juga orang yang nifas dan haid.
  12. Orang yang sudah tua renta, perempuan hamil dan menyusui apabila tidak mampu boleh tidak berpuasa, dengan menggantinya dalam bentuk fidyah. [2] 
  13. Zakat hanya wajib dikeluarkan sekali setahun, bila sudah sampai nishab dan haul.
  14. Haji hanya wajib sekali seumur hidup. Barangsiapa yang ingin menambah, maka itu hanyalah sunnah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh al-Aqra’ bin Habis tentang berapa kali haji harus ditunaikan, apakah harus setiap tahun ataukah hanya cukup sekali seumur hidup? Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : بَلْ مَرَّةً وَاحِدَةً فَمَنْ زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ.                                                                                                                                     “Haji itu (wajibnya) satu kali, barangsiapa yang ingin menambah, maka itu sunnah.” [3]
  15. Memakai jilbab mudah dan tidak berat bagi muslimah sesuai dengan syari’at Islam. Untuk masalah jilbab silahkan lihat kitab Jilbab Mar'ah Muslimah oleh Syaikh Imam Muhammad Nashirudin al-Albani rahimahullah.
  16. Qishash (balas bunuh) hanya untuk orang yang membunuh orang lain dengan sengaja.[4]


Allah Azza wa Jalla menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan atas hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ


“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” [Al-Baqarah: 185]


مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


“...Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” [Al-Maa-idah: 6]


وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ 


“... Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama ...” [Al-Hajj: 78] 


Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Allah Azza wa Jalla menyuruh manusia untuk menghadap dan masuk ke agama fitrah. Allah Azza wa Jalla berfirman:


فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ


“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Ar-Ruum: 30]


Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.


“Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” [5]


Tidak mungkin, Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan manusia, kemudian Allah Azza wa Jalla memberikan beban kepada hamba-hamba-Nya apa yang mereka tidak sanggup lakukan, Mahasuci Allah dari sifat yang demikian.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا 


“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-Baqarah: 286]


Tidak ada hal apa pun yang sulit dalam Islam. Allah Azza wa Jalla tidak akan membebankan sesuatu yang manusia tidak mampu melaksanakannya.


Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.


إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ إِلاَّ غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوْا وَقَارِبُوْا، وَأَبْشِرُوْا، وَاسْتَعِيْنُوْا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ.


“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan (tidak dapat melaksanakannya dengan sempurna). Oleh karena itu, berlaku luruslah, sederhana (tidak melampaui batas), dan bergembiralah (karena memperoleh pahala) serta memohon pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada waktu pagi, petang dan sebagian malam.” [6]


Orang yang menganggap Islam itu berat, keras, dan sulit, hal tersebut hanya muncul karena:

 Kebodohan tentang Islam, umat Islam tidak belajar Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman Shahabat, tidak mau menuntut ilmu syar’i.
Mengikuti hawa nafsu. Orang yang mengikuti hawa nafsu, hanya akan menganggap mudah apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsunya.
Banyak berbuat dosa dan maksiyat, sebab dosa dan maksiyat menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan dan selalu merasa berat untuk melakukannya.
Mengikuti agama nenek moyang dan mengikuti banyaknya pendapat orang. Jika ia mengikuti Al-Qur-an dan As-Sunnah, niscaya ia akan mendapat hidayah dan Allah Azza wa Jalla akan memudahkan ia dalam menjalankan agamanya.

   Allah Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menghilangkan beban dan belenggu-belenggu yang ada pada manusia, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur-an: 


الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


“ (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis), yang (namanya) mereka dapati tertulis dalam kitab Taurat dan Injil yang ada di pada mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membebaskan dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur-an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [Al-A’raaf: 157]


Dalam syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ada lagi beban-beban berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Di antara beban berat itu ialah:


• Saling membunuh penyembah sapi. [7]• Mewajibkan qishas pada pembunuhan baik yang disengaja ataupun tidak, tanpa memperbolehkan membayar diyat.• Memotong anggota badan yang melakukan kesalahan.• Melarang makan dan tidur bersama istrinya yang sedang haidh.• Membuang atau menggunting kain yang terkena najis.


Kemudian Islam datang menjelaskan dengan mudah, seperti pakaian yang terkena najis wajib dicuci namun tidak digunting.[8] 


Syari’at Islam adalah mudah. Kemudahan syari’at Islam berlaku dalam semua hal, baik dalam ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), baik tentang ‘aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, jual beli, pinjam meminjam, pernikahan, hukuman dan lainnya.


Semua perintah dalam Islam mengandung banyak manfaat. Sebaliknya, semua larangan dalam Islam mengandung banyak kemudharatan di dalamnya. Maka, kewajiban atas kita untuk sungguh-sungguh memegang teguh syari’at Islam dan mengamalkannya.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


يَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا.


“Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat orang lari.” [9] 


[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]


Footnote[1]. Pembahasan ini diambil dari Kamaluddin al-Islami oleh Syaikh ‘Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim (hal. 42) dan Shuwarun min Samaahatil Islaam oleh DR. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdurrahman bin ‘Ali ar-Rabii’ah, cet. Darul Mathbu’aat al-Haditsah, Jeddah th. 1406 H, dan kitab-kitab lainnya.[2]. Lihat Irwaa-ul Ghalil fii Takhriiji Ahaadits Manaaris Sabiil (IV/17-25) juga Shifat Shaumin Nabiy (hal. 80-85) oleh Syaikh Salim al-Hilaly dan Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, cet. Maktabah al-Islamiyyah, th. 1412 H.[3]. HR. Abu Dawud (no. 1721), al-Hakim (II/293), an-Nasa-i (V/111), dan Ibnu Majah (no. 2886), lafazh ini milik Abu Dawud.[4]. Lihat QS. Al-Baqarah 178-179.[5]. HR. Al-Bukhari (no. 1358) dan Muslim (no. 2658), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.[6]. HR. Al-Bukhari (no. 39), Kitabul Iman bab Addiinu Yusrun, dan an-Nasa-i (VIII/122), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [7]. Lihat surat al-Baqarah ayat 54.[8]. Lihat Shuwarun min Samaahatil Islaam oleh Dr. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdur Rahman bin ‘Ali ar-Rabii’ah.[9]. HR. Al-Bukhari (no. 69, 6125), Muslim (no. 1734) dan Ahmad (III/131) dari Shahabat Anas z. Lafazh ini milik al-Bukhari.


OlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
http://almanhaj.or.id/content/2219/slash/0

12 LANGKAH AGAR PUASA KITA SEMPURNA


Bulan depan, Insyaallah kita akan memasuki bulan yang penuh hikmah, bulan nan suci, yaitu bulan Ramadhan 1434 H. Dan agar puasa kita dapat sempurna ada beberapa tips yang mesti kita perhatikan. Untuk itu saya mencoba mengangkat sebuah tulisan dari Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Jarullah dalam buku beliau yang berjudul Risalah Ramadhan tentang langkah-langkah menggapai kesempurnaan ibadah puasa, untuk bersama-sama dibagi dan dilaksanakan. Diantaranya yang berisikan :
  1. Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:"Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah."(HR. Bukhari dan muslim)  "Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari dengan makan sahur, dan untuk shalat malam dengan tidur siang ". (HR. Ibnu Khuzaimah)
  2. Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati untuk itu anda hendaknya telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit sebelum terbit fajar, agar anda tidak ragu-ragu.
  3. Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :  "Manusia senantiassa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur" (HR. Al Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi)
  4. Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
  5. Manfaatkan bulan ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan di dalamnya, yakni membaca Al Quran."Sesungguhnya Jibril alaihis salam selalu menemui Nabi shallallahu alaihi wa salllam untuk membacakan Al Quran baginya."(HR. Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu). Dan pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi kita.
  6. Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum." (HR. Al Bukhari)
  7. Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena sebab yang sepele, dengan dalih bahwa engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional. Dan jika anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, ia jangan anda hadapi dengan perbuatan serupa. Nasehatilah dia dan tolaklah dengan cara yang lebih baik. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kamu berpuasa, hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata: Sesungguhnya aku sedang berpuasa".(HR. Al Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan). Ucapan itu dimaksudkan agar ia menahan diri dan tidak melayani orang yang mengumpatnya. Disamping, juga mengingatkan agar ia menolak melakukan penghinaan dan caci-maki.
  8. Hendaknya anda selesai dari puasa dengan membawa takwa kepada Allah, takut dan bersyukur kepada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya. Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi anda sepanjang tahun. Dan buah paling utama dari puasa adalah takwa, sebab Allah berfirman: "Agar kamu bertakwa"(Al-Baqarah: 183).
  9. Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu berkata:"Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kamu berpuasa, jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa".
  10. Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram pada selain bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang haram.
  11. Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih baik dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibanding pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika di bulan Ramadhan.
  12. Ucapkanlah Bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a:  "Allahumma laka shumtu wa bika amantu wa ‘alaa rizqika afthartu birahmatika ya arhamarrohimin"  (Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).

 Semoga bermanfaat ...

Tuesday 12 June 2012

ROTI MANIS

"Karena di DENMARK semua serba mahal, perlu motivasi dan inovasi untuk membuat kue hasil karya sendiri. Cuman kalau memilih membuat kue yang membutuhkan banyak telur, juga sangat riskan. Satu butir telur di Denmark jika ada TILBUD (diskon) bisa dijual sampai Rp. 2.000,- Makanya lebih baik memilih kue yang tidak membutuhkan banyak telur :) Roti manis diantaranya ...






BAHAN :
300 gr terigu protein tinggi
100 gr terigu protein sedang
1 1/2 sdt ragi instan
75 gr gula pasir
15 gr susu bubuk
2 butir telur
125 ml air es
75 gr margarin
1 sdt garam

CARA MEMBUAT :
Campur terigu, ragi instan,susu bubuk, dan gula pasir. Aduk rata. Tambahkan telur dan air es sedikit-sedikit sambil diuleni sampai kalis. TERAKHIR, masukkan margarin dan garam. Uleni sampai elastis. Diamkan 30 menit.
Bulatkan. Diamkan 10 menit sambil ditutup plastik.
Pipihkan, bentuk sesuai selera lalu diamkan kembali sampai mengembang 2 kali besar semula. (inget loh, jangan buru-buru dipanggang biar empuk)
Oles susu evaporated
Oven 25 menit dengan suhu 180 derajat celcius.

Oya, kalau suka bisa diisi dengan berbagai macam bahan. Di sini karena keju sangat banyak, saya suka roti manis isi keju dan si Adek suka roti manis isi coklat yang dioles mayonaise.

Monday 11 June 2012

Apa Yang Salah Dengan Pendidikan Di Indonesia

  Melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, sekolah seharusnya menjadi dunia yang khusus dan lain dari dunia masyarakat siswa, dimana anak-anak dapat merasa aman, bahagia, dan bebas menikmati masa kanak-kanaknya tanpa perduli sedikitpun atas tuntutan dari masyarakatnya.
  Miris juga melihat anak kelas 1 (satu) SD sudah membawa banyak buku di tas punggungnya. Beberapa bahkan terlihat tidak seimbang antara berat badan dan berat bawaan. Hhhmmm .. jadi teringat ketika aku dulu SD, hanya beberapa buku yang kubawa karena kurikulum yang begitu sederhana dengan belajar baca "Ini Budi, Ini bapak Budi ...."
  Ya, belajar baca baru dimulai ketika anak memasuki Sekolah Dasar. Tapi sekarang, anak-anak di sekolah TK sudah dituntut untuk bisa membaca dan menulis dengan alasan nantinya lebih memudahkan aktifitas belajar mengajar di kelas 1 (satu). 
  Hanya saja, kalau di beberapa negara di Eropa masih mengandalkan cara belajar seperti ketika aku duduk di kelas 1 SD dulu, kenapa di Indonesia "harus"?? Hingga kondisi yang terjadi seolah-olah anak-anak hanya merasakan bahwa bersekolah menjadi keharusan yang mau tidak mau harus mereka tunaikan, tanpa motivasi yang besar dalam menjalaninya untuk menggapai apa yang mereka cita-citakan di masa depan. Sungguh sangat miris.
  Akibatnya, kondisi seperti itu diikuti oleh kekuatiran para orangtua terhadap anak-anak. Bagi orang-orang tua modern, lebih-lebih yang berada, menginginkan anak-anaknya terampil dalam banyak hal, tanpa memperdulikan tahap perkembangan mereka dengan mengirim anak-anaknya ke berbagai kursus, seperti Calistung, bahasa Inggris, musik, berenang, bela diri, dan sebagainya. Tanpa menyadari bahwa akibat tuntutan yang melampaui batas kemampuan ini, anak-anak menjadi stres. 
  Kita sadar, tak cukup bila pendidikan hanya membekali anak-anak dengan pengetahuan. Saatnya untuk memikirkan agar sedini mungkin anak-anak diajak masuk ke dalam pemahaman dan pengalaman nilai-nilai, rasa dan keadilan. Semuanya ini tentu ditujukan agar anak-anak dapat memahami diri, sesama, dan dunianya, sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. 
  Namun, yang harus kita hasilkan bukanlah pebelajar penurut, melainkan pebelajar yang kritis, pengamat yang berani memiliki pendapat yang benar namun mungkin berbeda yang sifatnya kontradiktif dan original, serta yang minat dan memotivasi belajarnya tinggi. Kak Seto mengatakan bahwa pada dasarnya anak-anak itu senang meniru dan kreatif.
  Anak-anak pada dasarnya senang meniru karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah dengan cara meniru. Anak-anak yang gemar membaca pada umumnya adalah anak-anak yang mempunyai lingkungan di mana orang-orang di sekelilingnya juga gemar membaca. 
  Dengan demikian, orangtua dan guru dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk perilaku kreatif dan bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru. Selain itu, anak-anak pada dasarnya sangat kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi risiko, bebas dalam berpikir, senang akan hal-hal yang baru, dan sebagainya. 
  Pendidikan bukan berarti memberikan dan memaksakan dunia dan pengetahuan kita kepada anak-anak kita. Pendidikan yang demokratis harus memberlakukan beragam metode yang menggali kemampuan siswa untuk berperan secara aktif, dengan mengakui perbedaan kemampuan intelektual, kecepatan belajar, sifat, sikap, dan minatnya. 
  Bahkan mungkin ketika seorang anak ditanya ingin menjadi apa ia ketika besar nanti, mungkin ia akan menjawab ingin menjadi B.J. Habibie. Presiden RI yang ketiga ini dinobatkan sebagai pemilik paten terbanyak dalam bidang kedirgantaraan di dunia (dan belum tekalahkan), NASA pernah membeli kerangka pesawat yang dirancang olehnya dan masih banyak lagi prestasi yang dicapainya. 
  Selain B.J. Habibie, Indonesia juga memiliki March Boedihardjo, bocah Indonesia, yang mencatatkan diri sebagai mahasiswa termuda di Universitas Baptist Hong Kong (HKBU) yang akan memiliki gelar sarjana sains ilmu matematika sekaligus master filosofi matematika. Karena keistimewaannya itu, perguruan tinggi tersebut menyusun kurikulum khusus untuknya dengan jangka waktu penyelesaian lima tahun (dari 2007).
  Ada juga, Muhammad Arief Budiman yang merupakan anak pekerja pabrik tekstil GKBI itu sekarang menjadi motor riset utama di Orion, salah satu perusahaan riset bioteknologi terkemuka di Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Jabatannya: Kepala Library Technologies Group. Menurut BusinessWeek, ia merupakan satu dari enam eksekutif kunci perusahaan genetika itu. 
  Dengan begitu bukan tidak mungkin Indonesia mampu menelurkan penerus-penerus bangsa selanjutnya, yang tidak kalah gemilang dibandingkan dengan B.J. Habibie yang dikenal sebagai Presiden RI yang sangat jenius, March Boedihardjo, dan Muhammad Arief Budiman. 

MENYOAL PENDIDIKAN UNTUK SI MISKIN


  Tahun ajaran baru sudah tiba. Pada setiap tahun ajaran baru, dapat kita saksikan pemandangan menarik; penerimaan siswa baru dari tingkat TK-SLTA, juga mereka yang berebut kursi di bangku perguruan tinggi. Bagi kalangan menengah ke atas, tidak terlalu menjadi masalah bagaimana mereka bisa melanjutkan pendidikan. Dengan NEM yang mereka miliki serta dana yang tersedia, mereka dengan mudah dapat meraih kursi di sekolah yang diidamkan.
  Jauh sebelum ujian, mereka mempersiapkan diri dengan les privat, bimbingan tes dan berbagai kursus untuk meraih NEM tinggi. Sementara anak-anak yang berasal dari keluarga miskin, mereka pasti mengalami kesulitan. Berbekal NEM yang rendah dan dana serba terbatas, praktis mereka tidak mempunyai pilihan. Bahkan, sekalipun NEM memadai untuk melanjutkan ke sekolah bermutu, mereka tidak akan pernah bisa masuk dengan persyaratan yang rumit serta biaya yang mahal.
  Sebagai pendidik, dan orang tua, kita merasakan betapa akses ke dunia pendidikan tidak diperoleh semua kalangan. Orang kecil terutama, selalu termarginalisasi oleh perkasanya pasar dalam memperoleh kesempatan pendidikan. Mereka tidak saja sukar untuk menaikkan taraf hidup dengan memperoleh pendidikan yang layak, mereka juga dengan mudah diperlakukan tidak adil oleh mereka yang menguasai pangsa pasar. Sekolah-sekolah zaman sekarang lebih mirip industri yang kapitalistis ketimbang sebagai pengemban misi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan bangsa, untuk sekolah. Fungsi sekolah yang di masa lalu mengemban misi agung sebagai pencerdas kehidupan bangsa, di masa kini tidak ubahnya lahan bisnis yang subur.

HAK
  Banyak sekolah didirikan semata-mata untuk mengeruk uang dan keuntungan. Dengan NEM yang rendah dan biaya yang sangat sedikit, masihkah ada peluang untuk memperoleh pendidikan? Kisah-kisah semacam ini menjadi menarik, ketika mereka mengatakan telah mendatangi sekolah-sekolah untuk mendaftarkan diri tetapi ditolak karena tidak ada biaya. Ironis memang.
 Wali Kota Semarang, H. Sukawi Sutarip dalam sebuah dialog dengan LSM dan wartawan pernah menyesalkan iklan ’’Ayo Sekolah’’ di televisi yang mendorong anak-anak bersekolah, tetapi begitu tiba di sekolah ditolak mentah-mentah karena tidak ada biaya. Padahal, Undang-Undang Dasar Negara kita menggariskan semua warga negara berhak memperoleh pendidikan yang layak.

Ketiadaan memperoleh kesempatan sekolah merupakan pengingkaran dari tujuan pendidikan sendiri, yang mencakup :

Pertama, pendidikan bertujuan membentuk manusia seutuhnya yakni manusia Pancasilais sejati.

Kedua, pendidikan berlangsung seumur hidup di dalam dan di luar sekolah.

Ketiga, pendidikan berdasarkan pada faktor ekologi, yakni kondisi masyarakat yang sedang membangun dengan kondisi sosial budaya serta alam Indonesia.

Keempat, berdasarkan pandangan psikologis belajar modern, anak didik diakui sebagai suatu organisme yang sedang berkembang, yang berkemampuan, beraktivitas dan berinteraksi, baik dengan masyarakat maupun dengan lingkungan.

Kelima, hasil pendidikan diharapkan, kelak anak didik menjadi manusia atau warga masyarakat yang terampil bekerja, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya kini dan di masa mendatang. (Oemar Hamalik, 1980).

  Oleh karena itu, kesempatan memperoleh pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Sekalipun banyak pihak menyadari — juga termasuk pengelola pendidikan — perlunya pendidikan bagi kaum miskin, tetapi jangankan bisa sekolah, untuk makan sehari-hari saja susah payah. Apalagi biaya sekolah kian hari kian mahal. Idealnya biaya pendidikan tidak dibebankan kepada orang tua, tetapi subsidi dari negara.
  Namun apa lacur? Pada zaman mantan Presiden Gus Dur, yang dikenal sebagai seorang populis dan humanis dan di masa lalu memberikan perhatian besar kepada dunia pendidikan, anggaran pendidikan dalam APBN 2001 justru amat kecil.
  Munculnya keprihatinan semacam itu tidak terjadi sekarang saja. Paulo Freire, ahli pendidikan Amerika Latin yang menulis buku berjudul Pedagogy of the Oppressed (1972), dengan lantang dan tegas mengkritik pendidikan. Menurut Freire, praksis pendidikan dalam kenyataannya tidak lain sebagai proses pembenaran dari praktek-praktek yang melembaga.
  Proses penindasan yang sudah mewabah dalam berbagai bidang kehidupan justru semakin dilegitimasi kehadirannya lewat sistem dan metode pendidikan yang paternalistik, murid sebagai objek pendidikan, instruksional, dan antidialog.

PENJINAKAN
  Secara tajam, Freire mengatakan sekolah tidak lebih sebagai penjinakan. Dengan begitu rupa, murid dipaksa pasrah, nrimo. Murid digiring dalam ketaatan bisu. Mereka harus diam, atau tidak semestinya tahu realitas diri dan dunianya sebagai tertindas. Sebab kesadaran diri akan membahayakan keseimbangan struktur masyarakat hierarkis piramidal yang selama ini diidamkan oleh segelintir elite sosial politis.
  Kita pun merasakan 32 tahun pendidikan berjalan sebagai realitas pembungkaman anak didik. Kesadaran kritis mereka dinafikan untuk status quo penguasa yang tidak mau dikritik dan kekuasaannya diganggu. Jangankan orang miskin dapat bersekolah secara memadai, untuk mengenal realitas kemiskinan mereka sendiri saja hampir tidak memungkinkan.
  Harus diakui, kritik tajam Freire itu mengilhami banyak orang tentang perlunya mengubah paradigma pandang mengenai pendidikan. Pertanyaan mendasar perlu diajukan, bagaimana mengelola pendidikan seperti diidamkan oleh Freire.
Sekarang saja, sistem pendidikan yang ada masih kaku, sentralistis, serta dibelenggu oleh kurikulum dan penyeragaman.
  Fatalnya, pemandulan kreasi oleh guru itu memperoleh legitimasi dan penyeragaman. Pemandulan kreasi oleh guru itu memperoleh legitimasi kaum berkuasa karena sekolah memang dijadikan salah satu tempat untuk pembungkaman kritik. Tragisnya, sekolah berubah menjadi representasi kaum elite politis terutama selama 32 tahun Orde Baru berkuasa. Sekolah menjadi kesempatan pembungkaman kesadaran yang bertolak belakang dari cita-cita para pejuang kemerdekaan.
  Di pihak lain, sejalan dengan kritik dan pemikiran Freire, sekolah lebih menjadi legitimasi sekelompok elite sosial politik lewat sistem pendidikan yang manipulatif serta menutup jalan terjadinya kreativitas. Karenanya, tidaklah mungkin terjadi perkembangan dan perubahan, kalau orang sudah kehilangan kesadaran (awareness).

KEGELISAHAN
  Sampai saat ini potret muram dunia pendidikan menjadi kegelisahan banyak orang, pendidikan dengan amat mudah diperalat untuk melayani kepentingan masyarakat elitis semata. Pendidikan lebih sebagai tempat yang menyediakan tenaga kerja untuk sekelompok kecil masyarakat, dan bukan sebagai agen dan pelaku perubahan dalam kehidupan masyarakat. Tengok saja sekolah-sekolah kaya di kota-kota besar pada musim pendaftaran siswa baru seperti sekarang ini, hanya kelas menengah ke ataslah yang bisa masuk. Dengan biaya yang mahal, persyaratan yang rumit — pendidikan bagi kaum miskin tidak pernah terwujud.
  Padahal, dalam konteks ini, pendidikan bukan pertama-tama melayani masyarakat, melainkan membantu kelahiran manusia-manusia dewasa dan matang sehingga kelak dengan bebas dan sadar membantu masyarakatnya. Kita masuk dalam suatu fenomena globalisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
  Dengan tiba-tiba kita memasuki budaya instan. Pola yang tertanam dalam masyarakat akan lapangan kerja dengan persyaratan tertentu, jabatan dengan gelar tertentu “merayu” model pendidikan untuk menyesuaikan diri dengan ‘kebutuhan’ pasar.
  Tidaklah mengherankan, kalau sekolah elite yang menghasilkan lulusan pintar, jurusan elite yang terbuka luas peluang masuk ke dunia kerja kebanjiran murid. Celakanya, banyak orang dan bahkan pendidik menganggap sekolah hanya sekadar untuk memperoleh pekerjaan, nilai tinggi, prestasi terlepas cara mengupayakannya.
  Pentingnya linking dan delinking dan link and match yang digembar-gemborkan Wardiman Djojonegoro, mendikbud era Soeharto, menjadi alat legitimasi mereka yang secara sosial, ekonomi, dan intelektual saja yang bisa mengakses dunia pendidikan bermutu.
  Gagasan itu menekankan anak didik harus mempunyai persambungan dengan lingkungan hidupnya, baik itu sosial, alam maupun kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain, pendidikan membuat orang bisa mengenali kelebihan dan kekurangan pada dirinya dan lingkungannya.
  Kemampuan itulah yang membantu manusia beradaptasi dengan lingkungan. Anak didik adalah manusia, karenanya harus diperlakukan dengan hati-hati. Ia mengingatkan bahwa manusia adalah unfertiges Wesen, makhluk yang tidak siap.
  Kodrat manusia lain dibanding binatang. Seekor anak ayam hanya membutuhkan beberapa saat untuk mematuk makanannya, tetapi seorang bayi membutuhkan waktu bertahun-tahun ’’hanya’’ untuk belajar makan. Tampak jelas, tanpa bantuan orang lain manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam dataran itu, manusia tidak cukup hanya dilatih, melainkan harus dididik. Dengan pendidikan, ia akan berubah secara mental dan emosional.
  Ketidakmampuan mengadaptasi diri dengan masyarakat dan lingkungan merupakan kegagalan pendidikan. Lihat saja, anggota DPR yang diangkat oleh rakyat melalui pemilu kehilangan sense of crisis dengan mengedepankan kekuasaan ketimbang memikirkan nasib rakyat yang menderita karena krisis ekonomi.
  Di tengah beragam keprihatinan akan situasi bangsa dewasa ini, bagaimanapun pendidikan untuk si miskin patut memperoleh perhatian secara seksama dan serius. Jika tidak, mereka akan dengan mudah diperalat kaum berkuasa untuk kepentingannya sendiri. Pendidikan yang tidak merata juga menyebabkan tidak meratanya akses untuk menikmati kue pembangunan, informasi dan tegasnya reformasi menuju demokratisasi tidak segera terwujud. Indikasi ke arah itu amat jelas. Lambannya reformasi juga disebabkan oleh minimnya orang terdidik yang mampu menjadi penggerak. Dalam bahasa yang sederhana tidak ditemukan orang yang sudah menep (baca = mengendap) untuk membawa perubahan di negeri ini.
  Dalam tahun ajaran baru semacam pengelola pendidikan, yayasan dan pemerintah mesti memberikan perhatian kepada kaum miskin. Ketiadaan akses memperoleh pendidikan justru akan memperuncing kesenjangan sosial yang sampai kapan pun akan mengundang kerawanan sosial bagi kehidupan bersama.




Menyoal Pendidikan Untuk si Miskin
(Oleh: Paulus Mujiran)

Penulis adalah Ketua Pelaksana Yayasan Sosial Soegijapranata Semarang. (Suara Pembaruan 270701)

Hidup Terkadang Tak Adil, Jangan Sedih dan Jangan Pula Lupa Diri


Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita dihadapkan pada sebuah pernyataan  “Life is not fair” atau  “hidup itu tak adil”, termasuk menyangkut berbagai kejadian yang relevan dengannya. Apakah anda merasa setuju dengan pernyataan tersebut ? Siapa yang pernah berpikir atau merasakan hal yang sama ?

Dahulu ketika masih kecil banyak barangkali dari kita yang tak memikirkan atau tak menyadarinya. Terutama bagi mereka yang kehidupannya relatif damai sejahtera, tercukupi segala kebutuhan dari orang tuanya.

Ada moment-moment yang memantik atau memancing kesadaran saya akan sebuah realita ini, dimana salah satunya adalah ketika memiliki sahabat yang selama berhubungan dengannya terbukti menunjukkan kualitas intelektualnya. Hanya saja karena banyak sebab yang terkait erat dengan tidak adanya dukungan finansial maupun perhatian akan pendidikan dari orang tuanya, ia hanya bisa tamat SMA di kampung halamannya sehingga harus berjuang merantau ke kota seorang diri, mengenyam berbagai pekerjaan termasuk yang barangkali dianggap rendahan, dan sudah pernah berpindah-pindah kerja dari waktu ke waktu. Padahal, saya tahu bahwa kemampuan berpikir, daya nalar, kreativitas, sikap kritis, dan rasa ingin tahunya melebihi banyak mahasiswa atau lulusan universitas yang saya ketahui. “What a waste of talent !” Sebuah potensi yang tak termaksimalkan dari seorang anak bangsa yang berkualitas.

Semenjak saat itu setiap kali saya melihat anak-anak gelandangan atau yang meminta-minta di perempatan jalan, yang terbersit di pikiran adalah kehidupan yang memang tak adil bagi sebagian (banyak) orang. Saya masih ingat ketika masih remaja, ada teman yang berkata kira-kira begini kepada salah seorang anak kecil yang meminta-minta, “Dik, kalau ingin sukses (kaya/dapat uang) jangan minta-minta, tapi belajar di sekolah.”  Ketika itu saya menganggap biasa saja atau merasa tak ada yang salah dari ucapan tersebut. Akan tetapi, saat ini saya pasti akan mengkiritisinya.

Saya yakin di antara anak-anak gelandangan dan pengemis itu banyak yang ingin bersekolah seperti anak-anak lain yang sebaya dengan mereka. Di antara mereka itu juga tak sedikit yang memiliki rasa ingin tahu atau semangat belajar yang besar. Pernah saya temukan, anak-anak kecil yang biasanya meminta-minta atau berjualan di perempatan jalan berkumpul bersama teman-temannya membaca dengan serius berita atau artikel di surat kabar, walaupun dengan terbata-bata, sambil bersimpuh di trotoar jalan. Sebenarnya, orang tua mereka lah yang tidak mengarahkan, tidak berusaha, atau tidak mementingkan pendidikan bagi anak-anak mereka. Anak-anak kecil yang polos dan lugu itu tentulah belum akan mengerti bagaimana pentingnya sekolah bagi masa depan. Mereka hanya bisa mengikuti arahan orang tua atau pengasuh mereka. Jika orang tua tidak menyekolahkan mereka, tentu tak bisa kita menyalahkan atau berbicara pada anak-anak kecil itu bahwa mereka seharusnya sekolah daripada meminta-minta. Orang tuanya lah yang patut kita salahkan, dan kalau ditarik benang merahnya ke atas, tanggung jawabnya akan sampai ke masyarakat atau pemerintah yang tidak mau peduli dengan masa depan sebagian generasi penerus bangsa ini.

Kisah sahabat saya dan nasib anak-anak jalanan tersebut hanyalah sebuah gambaran atau contoh betapa hidup itu terkadang tak adil. Akan tetapi belumlah cukup ketika itu bagi saya untuk meresapi hakekatnya dan sampai pada pernyataan bahwa memang hidup itu tak adil. Adalah komentar yang pernah dikeluarkan seorang dosen ketika membalas email mahasiswanya yang menimbulkan penguatan atau penegasan di pikiran saya tentang hal ini.

Life is indeed not fair,” adalah suatu kalimat pembuka jawaban email darinya menyangkut saran seorang mahasiswa yang sedikit “concern” tentang sesuatu hal yang saya sudah lupa. Suatu kalimat yang membekas di pikiran, karena kalimat tersebut keluar dari seorang intelektual, dosen sekaligus ilmuwan di bidangnya, yang telah mencicipi asam garam kehidupan dengan kematangan usianya sebagai seorang lelaki, yang sebagian di antaranya dihabiskan di universitas-universitas top dunia sebelum ia sampai di kampus saya.

Sejak saat itu saya menjadi lebih sensitif dalam memperoleh contoh-contoh ketidakadilan dalam hidup.

Dalam kehidupan akan mudah kita temui orang-orang memiliki pekerjaan di bidang tertentu yang lebih berat dan sulit, tapi digaji lebih rendah daripada orang-orang yang bekerja di bidang lain (catatan : tak masalah dan bukanlah tak fair jika dalam pekerjaan yang lebih sulit tersebut terdapat  passion, kepuasan batin, dan minat/semangat yang tinggi dari mereka yang bekerja). Ada orang yang terlahir dari keluarga kaya raya, dengan semua kebutuhan tercukupi dengan mudah. Untuk masalah pendidikan, mereka tinggal belajar dan bisa disekolahkan oleh orang tua mereka hingga ke luar negeri. Di antara mereka banyak juga yang tinggal meneruskan bisnis atau perusahaan yang telah dirintis oleh orang tua atau keluarga. Di satu sisi, ada juga orang yang semasa kecilnya harus hidup serba kekurangan dan penuh dengan keprihatinan. Untuk bersekolah pun harus berhutang ke sana sini atau sambil bekerja untuk menambal kekurangannya.

Ada orang yang terlahir dengan muka pas-pasan (kalau tidak lah disebut jelek), apalagi yang terlahir dengan cacat di tubuhnya. Di satu sisi, ada yang terlahir dengan kesehatan yang baik, fisik yang prima, dan tampang yang memikat.

Ada yang terlahir sebagai seorang yang cerdas, memiliki daya hapal/ daya ingat yang kuat sehingga mudah dalam belajar atau memahami sesuatu. Di sisi lain, ada yang terlahir dengan otak pas-pasan sehingga harus belajar ekstra keras, berulang-ulang kali dalam kurun waktu tertentu untuk memahami sesuatu.

Ada yang terlahir dengan orang tua yang lengkap serta mendapatkan kasih sayang penuh dari kedua orangtua / keluarganya. Ada yang terlahir tanpa pernah melihat kedua orang tuanya. Ada juga yang harus menerima kenyataan pahit memiliki rumah tangga yang berantakan yang diwarnai percekcokan di antara kedua orang tuanya.

Masih banyak lagi contoh-contoh tentang realita kehidupan yang tak sama atau tak adil yang dialami satu orang dengan yang lain, dimana pembaca pasti bisa menambahkan contohnya yang lain.

Ada satu hal yang hendak saya tekankan disini terkait penjelasan di atas, yakni ada berbagai faktor penyebab kesuksesan seseorang (dalam konteks kacamata keduniawian). Tak selamanya dan tak selalu apa yang diperoleh seseorang, bila dibandingkan dengan yang diperoleh orang lain, adalah gambaran seberapa keras hasil usaha dan kerja kerasnya dibandingkan usaha atau kerja keras orang lain. Jika A bekerja lebih keras dan lebih rajin daripada si B, belum tentu posisi si A lebih tinggi daripada si B di mata dunia.

Itulah kenyataannya, dan itulah suatu realita kerasnya dan tidak fair nya kehidupan.

Lantas apakah kita harus bersedih hati, patah semangat, berputus asa, atau takut menghadapi kenyataan tersebut ? Apakah perlu orang-orang yang menghadapi kenyataan bahwa memang dunia tidak berpihak pada mereka mengeluarkan kata-kata umpatan atau protes pada kehidupan itu sendiri ?

Tak perlu begitu. Masing-masing orang memang sudah ada suratan takdirnya. Tugas kita hanyalah berusaha dengan sebaik-baiknya, selalu meningkatkan kualitas diri, mempelajari segala kesalahan dan kekurangan yang ada, lalu memanfaatnya untuk hari esok yang lebih baik. Bolehlah dari sudut pandang dunia orang lain lebih tinggi posisinya atau lebih mudah menggapai cita-cita dan kenyamanan hidupnya. Tapi perlu diingat bahwa hari ini, detik ini, bukanlah titik akhir atau garis finish dari kehidupan itu sendiri. Masih ada hari-hari panjang ke depan untuk mengejar ketertinggalan sampai ajal pun tiba. Dan posisi yang diperoleh seseorang saat ini bukanlah tolak ukur yang objektif tentang arti sebuah kesuksesan yang sesungguhnya. Tak ada indahnya sebuah kesuksesan yang didapat tanpa banyak kisah, cucuran keringat, dan air mata. Bisa sampai pada anak tangga teratas beranjak dari anak tangga di tengah-tengah tentunya tidaklah sehebat orang yang sampai pada tangga teratas (atau barangkali cuma sampai di tiga perempatnya) akan tetapi diperolehnya mulai dari anak tangga yang paling bawah. Mengerti maksudnya ? Ya, bagi saya tolak ukur kesuksesan yang sesungguhnya itu adalah seberapa jauh dan seberapa besar usaha yang telah dikeluarkan untuk memanfaatkan potensi yang kita miliki dalam kehidupan.

Anak jenius jadi juara kelas itu biasa, tapi adalah luar biasa anak biasa yang mengalahkan sang jenius dengan kerja kerasnya. Hal ini diakibatkan sang jenius gagal memanfaatkan potensi dirinya semaksimal mungkin yang tak seharusnya bisa dikalahkan oleh anak biasa.  Sang jenius baru layak dihargai jika ia berhasil berkreasi dan menemukan penemuan penting dalam kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya dan sesama. Well, I am talking about the difference level of playing ground here. Barulah adil kalau tikus diadu sesama tikus, atau kucing diadu sesama kucing. Jika tikus diadu dengan kucing, ya harusnya kucing (pasti) akan menang, walaupun tak betul-betul 100% kemungkinan kucing tak terkalahkan oleh tikus (jadi teringat film kartun Tom & Jerry).

Jadi, dalam hidup tak usah kita terlalu berorientasi melihat posisi yang diperoleh orang lain. Fokus saja pada pencapaian atau perolehan pribadi sebaik-baik mungkin dengan memanfaatkan potensi dan kekuatan diri yang ada dan dengan kerja keras. Dalam hidup, kita tak tahu betul apakah memang orang yang posisinya di atas kita lebih dikarenakan dunia yang lebih berpihak pada mereka (berposisi sebagai kucing, mengambil analaogi di atas). Bisa jadi mereka memang di atas kita karena mereka lebih keras usahanya, lebih banyak cucuran keringat dan air matanya, hanya saja kita tak mengetahuinya. Ya, bisa saja orang yang kita anggap kucing, ternyata sebenarnya adalah juga tikus sebagaimana diri kita, hanyasaja  kita tak menyadarinya karena terhalang oleh kabut iri dan dengki.

Pada prinsipnya dalam hidup tetap berlaku prinsip:  siapa yang menabur benih dialah yang akan menuai hasilnya. Orang yang terus berusaha keras, tak pernah patah semangat dan putus asa, tak peduli halangan dan berapa banyak kegagalan yang akan atau pernah dialaminya, pada akhirnya ia akan sampai juga pada kesuksesan itu. Hanya tinggal menunggu waktunya saja. Hanya dua hal yang barangkali bisa menggagalkan pencapaiannya tersebut yakni ajal dan takdir Ilahi. Tapi, walaupun takdir tak berpihak padanya seperti diakibatkan ajal yang terlanjur cepat datang, sesungguhnya ia sudah menjadi pemenang. Sebagai umat beragama, hasil usaha kerja kerasnya akan sampai juga padanya dengan bentuk yang lebih baik di kehidupan setelah mati asalkan selama berusaha di dunia ia tetap tak lupa akan Tuhannya dan tetap konsisten melakukan amal kebajikan. Dan untungnya segala usaha manusia, termasuk dalam rangka memenuhi kebutuhan di dunianya, asalkan dilakukan dengan niat yang baik, pasti diberi ganjaran pahala dari yang Tuhan Yang Maha Esa.  So, in the end, nothing to lose …

Bagaimana dengan orang-orang yang merasa dirinya telah sukses ? Jika ia sadar bahwa tak selalu dan tak semata-mata keberhasilannya diperoleh hanya akibat atau hasil kerja kerasnya (karena sesungguhnya ada banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan itu, termasuk keberuntungan/takdir sebagaimana penjelasan di atas), maka harusnya ia menjauhi sifat sombong atau lupa diri. Ia harusnya banyak bersyukur dan menggunakan nikmat yang diperolehnya tersebut dengan jalan yang baik dan bijaksana. Selain itu perlu diingat, jika ia berada di atas sekarang, belum tentu besok atau selamanya akan tetap begitu adanya. Hidup terkadang bagaikan roda berputar, kadang di atas kadang di bawah. Telah banyak contoh kejatuhan seseorang pada titik tertinggi kehidupannya semata-mata karena keterlenaannya akan kehidupan itu sendiri. Dan perlu diingat juga, jika ia adalah seorang pemeluk agama dan percaya pada Tuhan, sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah sementara dan tak ada apa-apanya di bandingkan kehidupan setelahnya. Tak peduli seberapa banyak harta bendanya saat ini, seberapa besar pengaruh dan kekuasaannya, sesungguhnya pada akhirnya ia juga akan mati. Dan kelak segala usaha, amal perbuatannya akan dipertanggung jawabkan dihadapan dan dibalas seadil-adilnya oleh Yang Maha Kuasa.

Hidup memang terkadang tak adil, dan seringkali keras. Tapi tetaplah berbesar hati kawan, dan berusaha sebaik yang anda yang bisa. Jangan sedih bagi yang belum berhasil dalam hidup, dan jangan pula lupa diri bagi yang telah merasakan kesuksesan tersebut.


Sumber :
http://horizonwatcher.blogdetik.com/2011/10/12/hidup-terkadang-tak-adiljangan-sedih-dan-jangan-pula-lupa-diri/